Sabtu, September 14, 2013

Penilaian Seseorang


Beberapa waktu yang lalu, di Mesir hidup seorang sufi tersohor bernama Zun-Nun.

Seorang pemuda mendatanginya dan bertanya, “Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah di masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat perlu, bukan hanya untuk penampilan namun juga untuk banyak tujuan lain.”

Sang sufi hanya tersenyum; ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu berkata, “Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?”

Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu, “Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu.”

“Cobalah dulu, sobat muda.
Siapa tahu kamu berhasil.”

Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali ke padepokan Zun-Nun dan melapor, “Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak.”

Zun-Nun, sambil tetap tersenyum arif, berkata, “Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian.”

Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Zun-Nun dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian melapor, “Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar.”

Zun-Nun tersenyum simpul sambil berujar lirih, “Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Hanya “para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar” yang menilai demikian. Namun tidak bagi ‘pedagang emas’. Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu butuh proses wahai sobat mudaku. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas.”

DAUN BESAR


Pada sebatang pohon kecil, hiduplah beberapa daun yang tumbuh bersama. Di antara daun-daun tersebut terdapat sebuah daun yang sangat besar dan kuat. Daun itu diagung-agungkan karena kekuatannya.Dialah yang dianggap pelindung bagi daun-daun lainnya dari badai, hujan, panas matahari yang terik, dan bahaya lainnya.
Suatu ketika datanglah musim kemarau yang panjang. Daun-daun di pohon kecil itu mulai layu karena
tidak mendapat air dan makanan. Daun besar yang tadinya kuat dan besar mulai terlihat keriput. Ia berusaha melindungi daun-daun lainnya dari matahari yang bersinar sangat terik sehingga daun2
sahabatnya itu tidak kehilangan air lebih banyak lagi. Hari berganti hari, daun besar itu sudah
sampai pada puncak usahanya. Ia mulai sobek-sobek sehingga sinar matahari mulai menembusnya. Ia mulai kehilangan kekuatannya dan daun-daun lainnya pun sudah mulai mengabaikannya karena ia tidak kuat lagi seperti dulu.

Beberapa hari kemudian daun besar itu merasa tidak kuat lagi akhirnya ia berkata kepada teman-temannya : Teman-teman aku tidak lagi mempunyai kekuatan untuk melindungi kalian, aku akan gugur. Selamat tinggal. Setelah berkata demikian akhirnya daun besar itu pun gugurlah. Musim kemarau terus berlanjut, daun-daun di pohon kecil itu saling bertahan untuk hidup. Mereka sama
sekali sudah melupakan daun besar yang telah berjasa melindungi mereka sehingga mereka dapat
bertahan sampai sekarang.

Musim kemarau tidak juga berakhir. Daun-daun di pohon kecil itu sudah mulai kehilangan harapan.
Mereka merasa sangat kelaparan, kehausan dan akan mati. Di saat mereka putus asa, tiba tiba dirasakan adanya air dan makanan dari tanah. Mereka terheran-heran akan adanya keajaiban itu. Setelah lama mencari-cari, mereka menyadarinya. Mereka melihat bahwa daun besar itu sudah membusuk dan menghasilkan air dan sari makanan bagi mereka. Akhirnya dengan air dan sari makanan dari daun besar tadi, daun daun di pohon kecil itu berhasil bertahan sampai musim hujan datang.

Daun-daun di pohon kecil itu sangat menyesal karena telah melupakan daun besar itu. Padahal sampai akhir hayatnya daun besar itu tetap menjadi pahlawan bagi daun-daun lainnya.

Renungan bagi kita,
Janganlah menilai seseorang dengan penampilan dan kekuatannya.


Tuhan memberikan bantuan kepada kita melalui siapa saja bahkan melalui orang yang kita anggap telah jatuh dan hina. Ingatlah rencana Tuhan itu ajaib dan tidak pandang bulu terhadap semua hambanya.


Semoga Bermanfaat ^_^

SINAR KECIL YANG SANGAT BERHARGA


"Apakah Anda pernah merasa sangat kecil dan tidak percaya diri karena kemampuan orang lain yang lebih hebat...???’’

 ‘‘Silakan baca artikel ini...!!!’’

 Saat sebuah rumah diterangi oleh cahaya lilin, maka cahaya itu terasa tidak ada artinya di siang hari, saat matahari memberi sinar yang lebih terang dan cerah. Kehadiran cahaya lilin yang kecil seolah tidak ada artinya. Demikian juga saat malam tiba, cahaya dari lampu² yang lebih terang membuat cahaya lilin seolah tenggelam. Seolah cahaya lilin kecil tidak berarti apa².

 Tapi coba lihat bagaimana jika kondisi malam hari dan terjadi pemadaman listrik...???

 Sinar api kecil yang dipancarkan lilin sangat membantu, sangat berarti dan dibutuhkan banyak orang. Sinar lilin yang awalnya tidak berarti apa² menjadi sangat dibutuhkan dalam kondisi tertentu.

 *****
 Jika selama ini Anda merasa dalam kondisi yang sama, selalu merasa tenggelam di antara kemampuan orang lain, sering dipandang sebelah mata dan diremehkan.

  "Apakah hal ini membuat Anda tidak percaya diri dan meragukan kemampuan diri sendiri...???’’

  "Apakah kurangnya pujian dan pengakuan dari orang lain membuat hati Anda ciut...???’’

 Setiap manusia punya kemampuan untuk berguna bagi orang lain. Janganlah sering merasa bahwa orang lain lebih bersinar dibandingkan Anda, karena sekecil apapun sinar Anda, tetap memberi manfaatnya untuk orang lain.

 Tinggal bagaimana Anda memberi kesempatan pada diri sendiri untuk membuktikan bahwa Anda bisa...!!!

Semoga bermanfaat, khusus pengirim bbm ini.. Aamiin:)

Teruslah bekerja/beramal/beraktifitas memberi "MANFAAT" kpd orang lain, semoga sukses.. Aamiin

Have a nice day:)<3 span="">

Kapankah kita bisa berkata “cukup” ?


Alkisah, seorang petani menemukan sebuah mata air ajaib di ladangnya. Mata air itu bisa mengeluarkan kepingan uang emas yang tak terhingga banyaknya. Mata air itu bisa membuat si petani menjadi kaya raya, seberapa pun yang diinginkannya, sebab kucuran uang emas itu baru akan berhenti, bila si petani mengucapkan kata cukup.

Seketika si petani terperangah melihat kepingan uang emas berjatuhan di depan matanya. Diambilnya beberapa ember untuk menampungnya. Setelah semuanya penuh, dibawanya ke gubuk mungilnya untuk disimpan di sana.

Kucuran uang terus mengalir, sementara si petani mengisi semua karungnya, seluruh tempayannya, bahkan mengisi penuh rumahnya.
Masih kurang...

Dia menggali sebuah lubang besar untuk menimbun emasnya.
Belum cukup...
Dia membiarkan mata air itu terus mengalir, hingga akhirnya, petani itu mati tertimbun.

Ya, dia mati tertimbun bersama ketamakannya, karena dia tak pernah bisa berkata CUKUP.  
Kata yang paling sulit diucapkan oleh manusia, adalah cukup.

Kapankah kita bisa berkata cukup ?
Hampir semua pegawai, merasa gajinya belum bisa dikatakan sepadan dengan kerja kerasnya.

Pengusaha, selalu merasa pendapatan perusahaannya masih di bawah target.
Istri mengeluh suaminya kurang perhatian, Suami berpendapat istrinya kurang pengertian.

Anak-anak menganggap orang tuanya kurang murah hati. Semua merasa kurang, kuraang, dan kuraaaaang.....!
Kapankah kita bisa berkata cukup ?
Cukup, bukanlah soal berapa jumlahnya. Cukup, adalah persoalan kepuasan hati. Cukup, hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa bersyukur.

Mengucapkan kata cukup, bukan berarti kita berhenti berusaha dan berkarya.

Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang ada pada diri kita hari ini, maka kita akan menjadi manusia yang pandai bersyukur & berbahagia.

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ